Berikut adalah buah bagus dan alami yang dipakai bangsawan jawa sebagai deodoran pada masa lalu. Di Pulau Peucang, Panaitan, sampai ke Gunung Payung di daratan Taman Nasional Ujung Kulon, kita bisa menyaksikan tumbuhan kepel, burahol (Stelechocarpus burahol), di habitat aslinya. Buahnya tak pernah berukuran besar, karena keburu dimangsa monyet.
Sebagai buah identitas Provinsi
Daerah Istimewa Yogyakarta, burahol ditanam di lingkungan keraton, maupun beberapa tempat di Kota Yogyakarta. Di sekitar Jakarta, burahol antara lain bisa dijumpai di Taman Monumen Nasional, Taman Mini Indonesia Indah, Taman Wisata Mekarsari, Tanah Tingal, dan Kebun Raya Bogor. Habitat asli burahol mulai dari 0 m, sampai 600 m. dpi. Pengelola gedung perkantoran, dan sarana umum, belakangan juga mulai tertarik menanam burahol. Mereka menginginkan kerindangan dan keindahan tajuk burahol, yang secara periodik setahun sekali akan menumbuhkan daun-daun mudanya berwarna pink. Tajuk burahol juga cukup indah karena berbentuk meruncing di bagian atasnya, dengan percabangan yang sangat rapat.
Keunikan burahol, pertama-tama pada biji buahnya. Biji buah burahol bukannya terletak membujur searah dari pangkal ke ujung buah, melainkan melintang. Biji buah juga berukuran cukup besar, berjumlah tiga biji hingga porsi daging buah yang bisa dikonsumsi relatif kecil. Meskipun disebut kepel (kepalan tangan), ukuran buah kepel tidak pernah mencapai ukuran sekepalan tangan orang dewasa. Diameter buah hanya sekitar 7 cm. Pada bagian pangkal buah ada tonjolan yang menghubungkan kulit buah dengan tangkai. Ketika buah masak, bagian ini akan lepas, hingga buah berjatuhan. Kepel termasuk buah non klimatorik yang tidak bisa diperam, hingga harus dipanen ketika sudah masak. Tanda kemasakan burahol, apabila ukuran buah sudah cukup besar, kulit mulai mengkilap dan berwarna cerah, dan buah mudah sekali lepas dari tangkainya.
Aromanya Harum
Meskipun volume daging buah relatif kecil, karena ukuran bijinya cukup besar, burahol cukup banyak penggemarnya. Di Taman Wisata Mekarsari, buah burahol tidak pernah masuk sampai ke counter buah, dan selalu habis karena sudah dipesan jauh hari sebelum panen. Ini disebabkan karena rasa daging buahnya sangat manis, dengan aroma yang sangat khas, gabungan antara aroma bunga mawar, dengan aroma buah sawo manila. Aroma ini sedemikian kuatnya hingga akan tetap tercium apabila si pemakan burahol berkeringat dan buang air kecil. Karena kelebihan inilah maka burahol dijadikan “deodorant alami” oleh para puteri Keraton Yogyakarta. Pada zaman dahulu, pohon buahnya selalu dipesan oleh pihak keraton. Siapa pun yang mengonsumsi buah burahol, bau keringat dan urinenya akan beraroma harum khas aroma buah burahol.
Selain sebagai deodorant alami, burahol juga berkhasiat diuretik (melancarkan airseni), dan meredakan radang ginjal. Apabila dikonsumsi rutin selama musim buah, burahol juga berkhasiat mencegah kehamilan. Karenanya, di lingkungan Keraton Yogyakarta, burahol juga dijadikan sarana KB, selain sebagai deodorant alami. Sayangnya, fenomena ini baru disikapi oleh pemerintah, dengan menjadikan burahol sebagai buah identitas DIY, dan bukan dengan membudidayakannya secara luas, minimal sebagai tumbuhan peneduh. Di DIY sendiri, tumbuhan peneduh lebih banyak didominasi oleh trembesi (ki hujar, Albizia saman, Samanea saman) yang sebenarnya bukan tumbuhan asli Indonesia, melainkan berasal dari Amerika Tropis. Buraho sebagai identitas DIY, baru sebatas slogan, dan belum diaplikasikan di lapangan.
Dengan khasiatnya tersebut, burahol potensial untuk dikembangkan sebagai buah komersial. Mengingat burahol hanya berbuah sekali dalam setahun, dengan rentang waktu panen sangat pendek, untuk bisa digunakan sebagai deodorant sepanjang tahun, diperlukan pengolahan dan pengawetan sebagai jus, atau jelai. Untuk itu diperlukan kebun burahol berskala komersial, hingga hasilnya bisa dikelola sebagai bahan baku industri jus dan jelai. Meskipun sudah menjadi identitas DIY, dan buahnya digemari, sampai sekarang belum pernah ada niat, minimal dari pihak keratonYogyakarta, Pemprov. DIY, atau pengusaha Yogya untuk mengebunkan komoditas ini. Bisa saja suatu saat nanti, buah burahol akan diklaim Malaysia sebagai “Buah Identitas “ negeri tersebut, dan dikembangkannya secara komersial.
Umur Ratusan Tahun
Burahol berbunga pada pertengahan kemarau. Di Jawa, perbungaan burahol terjadi pada bulan Agustus. Buah akan masak sekitar bulan Januari sampai Februari. Setelah buah dipanen, tanaman akan merontokkan sebagian daunnya. Ini terjadi pada musim penghujan. Pada awai musim kemarau, burahol akan mengeluarkan tunas mudanya. Pucuk daun burahol berwarna pink atau merah jambu, dan sangat mencolok di antara daun tua berwarna hijau gelap. Setelah pucuk daun itu menjadi hijau, burahol akan kembali berbunga. Bunga burahol tumbuh pada batang, dan cabang utama yang cukup besar. Warna kelopak bunga hijau kekuningan. Penyerbukan bunga burahol oleh serangga, terutama semut, dan lebah kelanceng. Bunga yang terserbuki akan menjadi buah yang tetap menempel bergerombol pada batang, atau cabang utama. Ketika masih muda, warna kulit buah cokelat mengarah ke abu-abu. Menjelang tua, warna kulit buah berangsur cerah. Seluruh permukaan kulit buah berlumurkan serbuk mirip dengan pasir halus, berwarna kecokelatan seperti pada buah sawo manila. Serbuk ini pelan-pelan berjatuhan seiring dengan ketuaan umur buah. Setelah masak dan berjatuhan, buah burahol tidak akan bertahan lama. Dalam jangka waktu kurang dari lima hari, bagian pangkal buah akan membusuk, dan terus menjalar ke seluruh bagian buah. Kulit biji burahol sangat keras dan liat. Masa dormansi biji sekitar tiga bulan, dengan masa perkecambahan juga sekitar tiga bulan. Pertumbuhan burahol mulai dari perkecambahan biji sampai menjadi pohon memakan waktu sekitar 10 tahun. Namun pohon buah deodorant ini mampu tetap bertahan hidup sampai ratusan tahun, dan hampir tidak ada hama serta penyakit yang akan mengganggu
Tidak ada komentar:
Posting Komentar